Selasa, November 17, 2009

aku dia mau mati

aku lari, dia hampiri
aku teriak, dia diam
aku tampar, dia merintih
aku hina, dia menangis

kutanya dia apa maunya
dia ingin aku itu jawabnya
kukatakan padanya apa mauku
aku ingin kamu juga jawabku
dia teriak
kuselesaikan, mati

dia diam
kukatakan padanya apa mauku
aku ingin kamu juga mati

dia lari
dia teriak
dia tampar
dia hina

mati

kutangkap dia dan kukatakan apa mauku
aku mau dia
dia katakan apa maunya
dia mau aku juga
aku teriak
dia selesaikan, mati

Minggu, Oktober 18, 2009

setengah tahun lalu

ini sebuah permainan kata yang olehku dan seorang wanita selesaikan setengah tahun lalu, sebuah nostalgia. aku rindu saat itu

dia:

Kalau kutitipkan sebaris dua baris kata pada layar ini,

Jangan marah

Gelora ini datang tanpa permisi

Mengahardik aku agar bergerak

Jari-jariku tersihir

Tapi bisu

Kau masuk dari pintu depan

Menyapa aku

Membisikan kata “selesaikan”

Ya maka aku selesaikan

Sampai akhir kawan

Lagu tercipta karena indah pada rindumu yang membumbung

Di antara balik bingkai bingkai

Terjajar dalam belleza kemilau

Kau temui dia bukan?

Berapa pujian dari bibirmu

Makin lekat rasanya mata ingin memandang

Siapa dia karunia atau kurnia

Ah sama saja

Laki laki datang dalam bisu

Pergi juga tanpa basa basi

Berapa lama kalian bersama sekarang

Ribuan detik pasti sudah lampau

Hari ini kuucapkan padamu

Penantian itu kosong

Maka isilah

Dengan satu dua kata

Jujurlah

Pada kurniamu yang megah

(lihat aku selesaikan barisan kata ini kan)

saya:

Aku tertawa dan hampir menangis

Menangisi buah kelentikan jari yang kau selesaikan

Sihirmu pun buatku baca

Baca seuntai makna dalam ribuan kata

Kau suruhku jujur

Pada kurniaku yang megah

Jikalau sampai pesanku padanya

Pastilah terurai lewat bingkai bingkai belleza

Bingkai kosong

Yang akan kuisi kata

dia:

Coba rasakan bagaimana jiwanya menyentuh hatimu

Dalam nada saja

Dalam bisikan saja

Ah aku tahu

Kamu bukan menunggu

Kamu hanya ragu

Ragu bergerak

Bukankah ia kurnia yang setya

Ia masih di situ setya menunggu seorang ariana

Ayo bermain dalam kerlingan kerlingan cinta

Yang kau lihat dari panggung besar bulan desember

Waw pesonanya dimainkan saat jarinya menyentuh utuh

Tombol itu

Klik

Sebuah gambar

Gambar wajahmu

Direkatkan pada dinding

Dinding batinnya

saya:

Kau buatku makin ragu

Dia tak setya menunggu seorang anaira

Tapi seorang nama

Yang tak tahu arti kurnia

KURNIA

Yang kau bilang punya pesona dari megahnya panggung desember

Kawan,

Belum ada pintu terketuk

Tuk sampaikan sepucuk surat

Belum ada kabar terlampir

Tuk katakan aku ada disana

Satu ruang yang masih ia isi

Sekarang aku hanya menunggu kurniaku

Melepas bingkai itu

Dan ganti dengan milikku

Maka permainan berakhir

Lalu KLIK !

Tak hanya wajahku

Tapi juga wajahnya disana

Sayang hanya permainan

Halteku makin dekat

Aku harus pulang

Tanpa membawa rupa gambarnya

Aku tak lelah

Hanya mencoba mencari lelah darinya

Kurniaku terlalu megah

Menjadi bayangan sudah bagus untukku

Tapi untuk apa menunggu bayangan

Ya beginilah aku

Tak punya konsistensi tinggi mengenai penantian


Hah kawan

Kuhela nafasku lagi

Lelah

Kubisikkan selesaikan tapi kau nyengir kuda

Aku sakit tenggorokan

Tak bisa menjerit

Lain hari

Kuteriakkan selesaikan

Bukan membisikkan

Rasakan

dia:

Untuk kawanku yang menanti sebuah nama,

Ini hari masih pagi

Matahari baru saja tiba

Sinarnya baru melekat pada tubuhmu


belum diselesaikannya, kututup permainan kata ini


aku:

kawan,

halteku musnah

bus ku tak lagi dapat bergerak

klik

sebuah nama

gambar

senyum

sudah terpamerkan pada kurniaku yang tak lagi megah

buka anaira

bukan nama


saat itulah selesai permainan kata kami, kapan kita mulai babak baru kawan?

i.t.r.a

h
a
t
i

c
i
n
t
a


coba hitung
h.a.t.i
c.i.n.t.a
menarik?
menurutku tidak

aku punya cinta?
mungkin punya
kamu?
kau bilang tentu saja
kukatakan lagi, apa definisi cinta?
kau bilang cinta sesuatu yang bermula dari hati
kutanyakan, apakah itu bertumbuh dari benih?
semacam itulah jawabmu

itu bukan cinta, itu tanaman kataku
hahaha kau tertawa
tanyaku, lucu?
sulitkah kau cerna maksudku? tanyamu
kurasa kau tak mengerti kujawab
.....
kau bisu, anggapku setengah gila
mungkin memang gila

kau tak mengerti
kamu tak mengerti


dia, mereka, kalian, aku


benih, pupuk, air, sinar matahari



h
a
t
i

c
i
n
t
a




Senin, Juni 15, 2009

RINDU KALIAN

tak terfikirkan sebuah sunggingan tawa
pancaran remeh pun tersinarkan jelas
hari esok
esoknya lagi
esok dari esoknya lagi
hanya itu yang lekat dalam otak
perasaan
masa bodoh dengan itu
aku punya jalanku
begitupun dia
dan mereka pula
mereka membosankan kataku
yakin mereka sedang menjalani hidup dari dunia nyata?
kasar?
hah, kurasa tidak
aku hanya sampaikan pendapatku
aku tak suka mereka
dan tak peduli jikalau mereka tak suka aku juga
karena mereka tak ada seperempat dari secuil yang kupunya
esok dari esok hari tiba
kutinggalkan dunia yang kurasa bukan hidup
sampai pada stasiun tempatku kembali
dunia yang menurutku hidup yang sesungguhnya
masuk dalam ruang megah
detik jam terdengar jelas
pukul 7 pagi
otakku kembali pada memori
pada suatu dunia yang tak kusuka
mereka
yang kuanggap membosankan
yang kurasa tak benar benar hidup
"apa yang ia masak ya?"
"mereka pasti sudah berpeluh jam segini"
otakku mengetikkan kata yang ternyata akupun kaget memikirkannya
dunia itu
ternyata bukan tak nyata
mereka hidup
aku yang tak nyata
menjadi pengecut hanya untuk menghadapi serempat jalan
haha
aku tertawa miris
bapak
ibu
aku rindu

MATI

argh
erangku
kepalaku ternyata sudah remuk
otak dan darah bercampur
bentuknya pun cairan
merah keunguan
seketika pula badanpun hancur
semua hancur
tapi lelahku tidak
kudapati jawaban
masuk keruang sesak
ternyata lelah hancur
namun hampa
namun tak ada lagi erangan
tenang
sepi
alunan musik kesenduan
haru
dan mati

Senin, April 06, 2009

ruang hitam kecil

tanganku terus bergerak menunjuk sebuah sisi langit yang tampak sedikit kosong
itu seperti aku
dikelilingi banyak sinar tapi aku menjadi sebuah tempat kosong yang gelap
hitam pekat
walau dikelilingi terang namun aku terlewatkan tak tersadarkan
sakit sekali
entah darimana bisa merasa sakit karena aku saja masih bertanya apa kupunya hati
kenapa sakit?
walau hitam aku selalu senyum lebar walau kadang tak terlihat karena hitam
namun aku tersenyum
ya aku tersenyum
tapi tentu aku tak bahagia hanya dengan menjadi ruang kosong dalam jutaan sinar itu
bukannya aku bermalasan menarik satu sinar itu untuk jadi sinarku
tapi aku lelah
berat sekali menarik satu titik sinar
lelah

Minggu, Maret 29, 2009

Dua anak buta

"Lihat lihat ada bintang jatuh !! " seru seorang bocah kecil bernama Titan pada gadis kecil yang duduk anggun diatas rumput rumput hijau yang berkilau terbiaskan cahaya bintang yang terang dan elok malam itu.

Romantisme cinta yang melebur bersama molekul dan partikel malam penuh bintang berhasil merasuki serta membaui rasa keduanya. mereka mungkin belum (namun akan) mengenal rasa ini. cinta . tapi ada masanya rasa ini tersadari oleh mereka. aku iri melihat mereka berdua, tanpa kemunafikan, dengan kesederhanaan usia, cintanya terasa tulus. sangat iri.

Kulihat Titan menggenggam tangan mungil hangat gadis kecil di sebelahnya itu. Arium. nama gadis kecil itu Arium. Dielusnya pelan tangan Arium lalu Titan menarik pelan jari telunjuk Arium dan mengarahkannya ke langit lepas malam penuh bintang itu. perlahan diputar putarnya jari Arium hingga membentuk sesuatu dalam absurnisme imajinasi Titan yang ingin disampaikannya pada Arumi.

"Kakak, itu tadi apa?"
tanya Arium penuh kepolosan.
"Itu benang kusut hihihihi." jawab Titan
"Aku gak ngerti deh kak, emangnya benang kusutnya melayang layang di langit? mana bintang jatuhnya kakak?"
"Arium, itu tadi aku bikinin jalur bintang jatuhnya. hehe, kusut."
"Oh begitu ya. hihi lucu ya bintangnya kusut."
"HAHAHAHAHAHAHAHA"
keduanya tertawa sumringah bersama sama, tak peduli dengan rasa iri yang timbul dari romantisme keduanya yang tanpa polusi.

Mungkin kalian tak tahu. Mereka buta. ya keduanya buta, tak dapat melihat. indra penglihatan mereka mungkin memang tak berfungsi sebagaimana mestinya tapi imajinasi dan hati mereka tak mati. Dengan kesederhanaan usia dan pikiran, mereka ciptakan mahakarya dunia mereka sendiri tanpa terkontaminasi. bintang jatuh dalam fantasi Titan membawa bahagia pada Arium yang terkasih. bahkan tanpa disadarinya, ia berhasil menciptakan benang kusut sebagai jalur bintang supaya genggamannya pada Arium akan sulit dilepaskan.

Kata orang cinta itu buta, tapi mereka berhasil membutakan cinta hingga keduanya tak buta seperti yang lainnya.

Minggu, Maret 22, 2009

?

masa masa tak ada sesuatu yang sedikit agak cukup menarik untuk dituliskan. huh. kemana isi otakku? kemana si pembawa kabar baik? kemana si kantung air mata? okay, there's nothing special. bored.

absurdnisme hati

jika hari ini aku bahagia
bukan karena dia
tapi karena yang lain
apa berarti si empu hati mulai mencari ruang yang terluang?
menemui lubang yang bisa dipenuhi?
yang sulit dijangkau pada hati empu hati yang lain

kepastian

entah kenapa leluasa sekali tuk diketikkan
tapi tak semudah itu mendapatkan
aku yang terlalu tak pintar
atau memang yang ingin kucari itu sebenarnya aku yang pastikan

dengan sangat sopan dan munafik
kututurkan kembali
jalani saja

ya karena aku memang munafik
kuakui itu
selama aku bisa hidup dengan mata makin menyipit dan bibir melebar
kenapa tidak

mungkin sementara

Selasa, Maret 17, 2009

yang terpanggil

langit tak mendung hari ini
terik sekali
untukku dan yang lain panas
tapi untuknya
yang terpanggil
berbeda

terik menjadi cahaya pulang
supaya ia kembali tanpa cacat
tanpa duka
tanpa beban
penuh senyum
untuk beristirahat tanpa perlu penat
untuk mengawasi kita

selamat jalan untukmu yang terpanggil
kak yurike
may you rest in peace. god bless you

Senin, Maret 16, 2009

DETIKKU DETIKMU

KEADAAN

Semua serba dikendalikan oleh keadaan
kadang aku lelah
namun ini resiko
konsekuensi

aku berani mengambil jalan gelap
berarti harus berani tersandung
jatuh
terbentur
terpleset
ataupun terseok seok

saat aku berani
saat aku selesaikan
pasti ada terang
pasti ada cahaya

aku yakin
dalam detikku dan detikmu
apapun itu
waktu kita sekarang ini
akan kunikmati
entah bersama cahaya atau tidak

Selasa, Maret 03, 2009

manusia

kadang apa yang dinanti pergi, tapi saat pikiran mulai bekerja keras sampai bernanah melupakan yang dinanti, ia kembali masuk bagai punya 1001 kunci. manusia dan keterbatasan, mungkin itu jadi suatu kata kunci. kadang pikiran berusaha untuk menggapai sesuatu namun nol besar dengan kata lain gagal, tapi ada kalanya mereka letih berharap lalu blast !! datang suatu yang selama ini untuk dimimpikan pun tak berani.
lalu apa yng harusnya dilakukan saat semua yang harusnya hilang ternyata masih ada, sedikit mungkin, tapi haruskah harapan itu tetap disimpan dan diharapkan ? atau kembali dalam nanah untuk mencabut dan mengoreknya sampai ke titik paling kecil

Jumat, Februari 27, 2009

rasa, lelah, percaya, tidak

ternyata menjadi lelah dalam ketidaklelahan adalah arti dari lelah itu sendiri.
ternyata rasional tak selalu menjadi jawaban
perasaan
aku tak tahu mana yang lebih sakit
adam diambil rusuknya
atau hawa menerima rusuk adam

bagaimana jika rusuk adam tak ada pada hawa

seorang kawan bertutur

mereka yang datang dalam bisu
pergi tak terlihat

aku ingin selesai
tapi tak tahu
kapan
bisa kuselesaikan
kapan
makna bisa dimaknai

percaya?
belum tentu aku

Kamis, Februari 26, 2009

1 menit

Kutatap langit sore ini
Dasar biru lalu ditutupi gumpalan putih
Halus bagai kapas
Fantasiku kembali bermain
Aku terdiam
Dibalik bingkai ungu pada mataku
Kutatap tanpa sekalipun menoleh pada yang lain
Maaf jika kalian iri
Tapi kali ini fantasiku memilihnya
Menunjuknya sebagai kawan mainku sore ini
Aku bayangkan melompat disana
Memangnya awan seperti trampoline?
Aku tak tahu
Tapi dalam fantasiku begitu
Kan sukasukaku
Kuasaku dalam imajinasiku
Lalu kucomot dan kumasukkan dalam mulut
Manis layaknya gulagula
Memangnya awan seperti gula?
Huh ! aku tak tahu
Pokoknya sukasukaku
Jangan ganggu imajinasiku
Disini perhentianku yang terakhir
Tempat senangsenangku
Tapi kamu masuk lagi
Ganggu saja yang lain
Bahkan dalam fantasi sekalipun kamu yang pegang kendali
Ini kan otakku
Ini juga hatiku
Masa kamu belum puas aku menangisimu 24 jam dalam sehari
Hari ini sedikit berdermalah kamu
1 menit saja dari 24 jam
Biarkan aku hanya denganku dan awan
Tanpa kamu disini
Boleh kan?
Tetap tak mau pergi yasudah
Tapi jangan ganggu
1 menit berhargaku
Lalu aku pulang
Tetap membawamu sebagai kendali
Awanku sudah pergi

Senin, Februari 23, 2009

realita dalam cerita

MEMAKNAI MAKNA

Tak biasanya ia begitu. Duduk di suatu pojok lembab tanpa jutaan tawa yang biasanya selalu ia dambakan setiap hari bahkan setiap detiknya. Sekalipun dia terbiasa hanya diam di suatu sudut, ia pasti tertawa, tentu tawanya penuh makna. Pria tinggi dengan tubuh cukup ramping dan rambut coklat tuanya, kurasa dia yang mampu membuat “wanita pojok”, aku menyebutnya begitu, tertawa sumringah sekalipun ia hanya duduk di pojok, sudut.

Wanita itu hanya memperhatikan, tak pernah mencoba membuka mulutnya lalu mengeluarkan benang benang gelombang suara untuk menyampaikan satu kata saja untuk si pria berambut coklat itu. Ah, aku bingung, tak lelahkah ia hanya terus duduk, lalu tertawa, kadang hanya memperhatikan, dan begitu seterusnya. Kenapa tak disapanya pria itu tuk sekedar bertanya namanya? Yah walaupun aku tak tahu pasti apakah wanita itu mengenal pria tersebut atau tidak, tapi kurasa ia tak mengenalnya karena kebisuannya selama ini.

Kebingungan terus mengusikku hingga kedalam titik kecil dalam otakku yang memang sudah kecil ini. Kadang aku berfikir hal ini kelamaan bisa membuat otakku menguap lalu menciut ke ukuran yang lebih kecil lagi. Kenapa sel sel dalam otakku terus memaksa aku kembali ke tempat si wanita memperhatikan si pria yang keduanya orang asing bagiku. Aliran darah rasanya menjadi sangat cepat dan deras hingga rasanya mereka ingin menyembur keluar dari dalam tubuhku jika tak melihat kelanjutan cerita mereka.

Dengan langkah yang berat namun hati yang semangat , hari ini kembali kudapati mereka. Ya tentu saja si wanita dan si pria, memangnya siapa lagi. Hari ini aura yang ditampilkan si wanita tak lagi sama seperti kemarin. Warnanya kelabu, bahkan hampir mendekati hitam. Setelah kudekati sedikit, kulihat matanya mengeluarkan cairan hangat, namun warnanya tak bening seperti pada umumnya melainkan merah, bukan merah darah, tapi lagi lagi mendekati hitam, ya merah kehitaman. Lembar lembar rasa kasihan sekaligus ngeri muncul. Akhirnya otakku kembali bekerja, aku sadar, kutolehkan kepalaku ke sisi tepat pandangan si wanita terarah.

Ternyata benar, hari ini si pria berambut coklat tua tak hanya sendiri. Maksudku ia tak tertawa dengan teman sejenisnya, melainkan dengan seorang keturunan hawa yang apik sekali. Tak perlu kujelaskan, kalian pasti tau hawa macam apa yang pantas mendapat predikat apik tentunya. Wajah keduanya diliputi kebahagiaan yang kurasa sangat dalamnya hingga keduanya mengeluarkan aura serupa. Kuning keemasan, silau sekali, namun silaunya mampu membelai tiap tiap makhluk yang berada disampingnya. Benda matipun secara ajaibnya bisa mengamuk karena ingin bisa merasakan yang keduanya rasakan. Aku saja iri. Sangat iri. Tak heran aku sekarang jika si wanita pojok diliputi hitam. Hampir lupa aku, sekarang warna si wanita bukan hanya mendekati hitam melainkan sangat hitam. Hitam pekat, bahkan sebilah pisau cahaya pun tak mampu menembus hitamnya.

Aku makin tak mengerti, dan kali ini kuyakin otakku pasti telah mengecil sekitar satu atau dua centimeter. Begitu banyak gerakan yang membentuk tanda tanya yang tak mampu kucari ataupun kujawab sendiri. Ah, lagi lagi aku menarik napas begitu dalam begitu berat. Kenapa wanita pojok itu hanya duduk diam? Kemarin tertawa hari ini berduka. Siapa dia? Siapa pria berambut coklat itu? Dan siapa pula si hawa yang apik itu? Kenapa aku harus terlibat? Tapi satu yang pasti dan kusadari rasa penasaranku punya andil yang lebih besar dibandingkan tanda tanya yang muncul dalam otakku belakangan ini.

Hari ini kembali kutelusuri jalan penuh liku untuk menjamah tempat kejadian itu, lagi lagi tempat si pria dan dua wanitanya. Langkahku mendadak terhenti seperti direm mendadak, menimbulkan gumpalan debu yang terbang secara riang di sekitar kakiku. Keheranan. Tak kulihat si wanita pojok, si pria tinggi ramping, juga si hawa apik itu, kemana perginya mereka. Lalu apa yang harus kulakukan dengan tanda tanya di otakku? Bagaimana kujawab semua itu tanpa lakon ketiga peranan itu? Aku hanya berdiri mematung disana. Tak ingin rugi, aku berjalan mendekati pojok favorite sang wanita, siapa tahu ia datang dan aku bisa melanjutkan menonton kisahnya itu, tapi belum sampai sebegitu dekatnya, kudapati sebuah catatan, bersampul hitam, tak begitu tebal.

Tanpa pikir panjang kuambil buku itu lalu kubuka, “MAKNA”, tertulis nama itu didalamnya. Sedikit heran campur terkejut, namanya sama dengan namaku, Makna. Yah tapi tak terlalu kupusingkan lah itu. Menurutku sah sah saja tiap tiap jiwa punya nama yang serupa. Ingin kulanjutkan untuk membaca buku hitam itu, tapi tiba tiba sehembus angin bertiup bersama molekul molekul dingin lalu menyeruak dalam pori poriku hingga menimbulkan suatu getaran, dingin. Aku tak menggunakan penghangat tubuh, jadi kuputuskan untuk kembali ke tempat peristirahatanku yang nyaman, lalu akan kubaca buku itu disana.

Disinilah tempatku seharusnya berada, tempat yang nyaman dan hangat. Mereka bilang ini rumah, tapi menurutku ini tempat peristirahatan. Karena memang kugunakan tempat ini beristirahat, hanya untuk beristirahat. Kubuat secangkir kopi hangat, tak terlalu manis, seperti kisahku yang memang tak pernah sebegitu manisnya. Haha, aku tertawa sendiri, apa yang otakku ini pikirkan. Lalu kuambil sudut ternyaman untukku, didepan kaca besar menghadap ke sebuah taman kecil yang hijau, letaknya tepat ditengah tempat peristirahatanku. Apalagi sekarang hujan, ya aku sangat suka hujan, menurutkku hujan bisa menghapus dukaku. Duka hawa sepertiku yang terkadang di tinggal mati adamnya, setelah dihapus hujan, aku merasa lebih baik. Aneh memang, semua orang berkata seperti itu kok, aku memang senang berfantasi dan berkata kata yang tak dimengerti. Karena kata kataku hanya milik aku dan pikiranku, bukan untuk orang lain. Nah kan, lagi lagi aku menyimpang dari topik ini.

Akhirnya kubuka lembaran setelah lembaran bertuliskan nama Makna. Kira kira begini isinya :

Dunia maya, 27 Desember 2008.

Aku dan duniaku. Kembali kutatap benda elektronik di depan mataku. Aku lebih senang berkekasih dengan benda elektronik yang bisa menghubungkaknku lewat dunia fantasiku, dunia maya. Menurutku ini adalah tempat terluasku untuk menuangkan siapa aku tanpa takut malu menjadi aku. Aku yang tak ada menarik menariknya ini menjadi sangat menarik lewat tulisan yang ku post kedalam sebuah website buatanku. Disana aku tetap Makna, hanya saja Makna yang punya makna berbeda.

Lewat diapun aku bertemu dengannya,Ombak. Ia bukan makhluk yang senang menulis seperti kebanyakan pengikut setia websiteku itu, tapi secara ajaib ia muncul dan merasa tertarik dengan karya karya picisanku. Wanita tak menarik sepertiku pun tentu punya hati, dengan sekejap akupun jatuh hati.

Dari catatan itu aku tahu pria itu bernama Ombak. Tapi aku merasa sangat relevan dengan namanya, yasudahlah tak mau terlalu kupikirkan itu. Otakku terlalu banyak menampung hal yang tak perlu. Dari catatan itu pun aku tahu, bahwa tak setiap harinya si wanita menuliskan kejadian yang ia alami ke dalam si buku hitam karena tanggal ia menulis tak pernah runtut. Aku lebih senang menyebutnya si wanita karena namanya sama denganku. Kulanjutkan membaca buku itu, makin penasaran rasanya.

Lagi lagi Dunia Maya, 1 Januari 2009

“Sebuah tahun yang baru untuk memulai segala yang baru.”

Pencarianku tentangnya pun menjadi pekerjaan baruku.

Ia kembali mengomentari tulisanku, komentar kekaguman tentunya. Belakangan ini aku menjadi sedikit GR / Gede Rasa kata anak anak jaman sekarang. Tentu karena pujian pujiannya, jika itu dari adam yang lain mungkin rasanya tak sebegini bahagianya. Belum lagi tadi ia menyampaikan keinginannya untuk menjumpaiku. Pacuan energi senang muncul begitu saja namun hatiku sedikit merengek. Menyek layaknya di sinetron. Bagaimana jika ia menyesal bertemu denganku, aku akan kehilangan kataku bila bertemu dengannya, apa yang harus kukenakan, bagaimana jika baginya aku tak menarik seperti anggapan makhluk Tuhan yang lain. Ah. Betapa bodohnya aku, otakku makin bodoh saja kian hari. Tapi padanya aku menyerah. Kuputuskan untuk tetap bertemu.

Akhirnya si Wanita akan bertemu dengan Ombaknya, aku makin tak sabar apa yang akan terjadi kemudian. Entah mengapa semakin kubaca semakin bergemuruh dadaku. Ada gumpalan kepedihan yang tersimpan dalam hatiku, entah apa aku tak tahu. Buku itu pun tidak atau mungkin belum menceritakan suatu kepedihan, tapi kenapa aku tiba tiba menitikkan setetes cairan hangat. Meluncur pelan melewati pipi lalu jatuh ke baju yang kukenakan dan menimbulkan satu titik kecil layaknya sebuah lubang. Kecil namun hangat. Seketika tenggorokanku terasa tercekik, berat dan sakit. Aku makin bingung, aku tak mengeluarkan suara sedikitpun tapi rasanya tenggorokanku habis digodok untuk banyak berkata hingga menjadi jadi perihnya. Kugenggam pinggiran cangkir berwarna ungu cerahku dan kuseruput sedikit kopi. Kutatap taman kecil hijauku, ternyata hujan mulai reda, sedikit kecewa, padahal aku ingin hari ini hujan datang seharian penuh, setia menemaniku yang diliputi banyak tanda tanya. Tapi ternyata si hujan sudah mulai bosan hingga ia hanya mengirimkan sedikit rintik, gerimis. Kembali kubuka lembar selanjutnya untuk mengobati sedikit kecewaku.

Dunia nyata, 14 Februari 2009

“Tempat segala ketakutanku bermula, tempat kadang aku benci jadi aku.”

Degup jantung tak mampu kupungkiri sangat kencang. Degup jantung terkencang yang pernah kurasa. Mungkin karena ini sangat special, degup jantung yang sepantasnya untuk ia yang bisa membuatku merasakan rasanya yang mungkin namanya Cinta setelah sekian lama aku tak merasa. Pandangan kami bertemu di satu titik yang sama. Satu detik mungkin duniaku berhenti, tangan besarnya menjabat tanganku yang mungil, kecil. Aku berterimakasih tanganku tak berkeringat kali itu. Karena biasanya kelenjar keringatku bekerja berlebihan saat aku grogi, bocor barangkali. Ombak yang memulai percakapan, ia orang yang santun juga humoris, kadang ia hanya melemparkan senyuman saat aku berbicara. Walaupun aku tak mengerti mengapa ia tersenyum tapi aku senang senang saja. Toh kenyataan yang kualami sekarang tak semenakutkan yang ada di pikiranku.Ia pribadi yang menyenangkan. Ombak, Untuk pertama kalinya aku yakin apa yang kuinginkan, Ombak, aku menginginkannya. Bukan karena ini hari kasih sayang tapi karena aku memang menyayanginya.

“Dan di dunia nyata, bersamanya, aku tahu terkadang ketakutan harus dihadapi, itu hanya sebuah proses sebelum aku bahagia.”

Selesai. Hanya itu isi buku yang kutemukan. Semua berakhir bahagia. Kenapa si Wanita bersedih? Mungkin si pria bernama Ombak itu berselingkuh dengan si hawa apik yang tak kutahu namanya. Tapi tak tersuratkan mengenai si hawa. Lalu siapa dia? Kenapa catatan ini tak banyak menyuratkan hal yang ingin kuketahui? Terlalu bingungnya hingga kuteguk habis kopiku yang sudah sangat dinginnya tapi tetap nikmat bagiku dan kusadari si Hujan benar benar berhenti. Sepi. Langit sudah memancarkan kegelapan namun kosong. Tak ada bulan apalagi bintang. Kenapa semua sembunyi? Sembunyi dariku? Kenapa? Tanda tanya yang makin berjubel jumlahnya membuatku kian lelah, meningkatkan kadar kantuk, tidur. Aku terlelap tanpa mimpi dan bangun tapi seperti tak bangun. Rasanya sama, masih diliputi tanya.

Aku bangkit dari tempatku terduduk lalu terlelap yang ribuan menit lamanya. Catatan itu terjatuh, kupungutnya dengan malas karena belum sepenuhnya nyawaku terkumpul. Namun kuyakin mereka segera berkumpul karena keanehan terjadi lagi, catatan itu membuka pada halaman yang tak kutemukan. Ternyata belum selesai. Masih ada satu bagian. Bagian yang terpisah jauh dari yang lainnya.

“Kamu yang pantas membaca karena ini milikmu.”

Aku tak mengerti. Milik siapa? Maksudnya milikku? Kuputuskan membacanya kembali.

“Hahaha.. masih tak sadarkan diri?”

Aku adalah kamu, Makna. Kita ini satu, sama sama Makna. Kamu tak kenali aku sekarang, tapi akan segera jika kamu tak mau menyadarkan diri. Seperti yang kutulis, realita pahit memang seharusnya ada untuk menjadi proses pantas tidaknya adam dan hawa bahagia. Saat kamu rasa hidupmu tak sebegitu manisnya layaknya kopi favoritemu, kamulah yang sebenarnya menentukan itu semua. Si hawa apik ya? Itupun kamu. Tak sadarkah kamu selama ini kamupun menarik seperti si hawa apik karena dia adalah kamu saat kamu tentukan kamu bahagia, sedangkan aku si penulis yang hanya bisa duduk, memperhatikan, tertawa, menangis, dan kemudian menghilang adalah aku di bagian dirimu yang selama ini kamu jalani. Pengecut. Aku ada karena bagian dari dimensimu yang lain sudak terlalu lelah Makna. Dia yang menjadi Ombakku akan menjadi Ombakmu juga, itupun setelah aku atau harus kusebut kamu juga berhasil menerima realita. Cintanya datang saat kamu buka rasamu padanya, tak berarti buta juga kecuali kamu siap menerima.

“Sudah terbuka? kamu bermakna layaknya namamu Makna.”

Dimensi lain diriku atau dirimu,

Tak bertanggal

Bertempat di lubang kecil dalam hati yang tak bisa kautoleh untuk kaulihat tapi kau rasa.

Makna.

Aku sadar dan mulai mengerti. Hari ini tak kubulatkan tekadku untuk tak menangisi dia yang mati, melainkan kuyakinkan diri dan kulakukan dengan pasti. Ada hal yang lebih penting dari bagiamana dia mencintaiku, tapi bagaimana aku mencintai dia dan bagaimana aku menerima caranya mencintaiku. Saat kutoleh pada bagian bajuku yang kemarin menjadi titik basah menyerupai lubang, ia sudah mengering, hilang tanpa bekas. Aku sekarang bebas, bisa merasa apa yang tak kurasa karena lubang itu sudah tak ada. Hari ini aku kembali belajar. Belajar untuk menerima, belajar untuk meyakini. Setiap napas, setiap langkah, hanya untuk memaknai.

Dimensiku dimensimu, hari ini, tak kutanggali, berlaku seumur hidupku.”

Saat aku membuka mataku

Ia tak melihat layaknya buta

Saat kutabrakkan diri karena gelapnya tak terangi

Kau, Ombakku datang

Hempaskan aku dari gelapnya buta

Tuntun aku dalam hangat matahari pantaimu

Hingga aku merasakan halusnya bulir pasir

Dan kau selimutiku

Hangat

Akupun berhasil membukanya

Bukan mataku tapi hatiku

Ia yang menjadi mataku

Kubuka dia dan kamu masuk

Ombakku beserta matahari dan pasirnya

“Padanya yang akan selalu jadi ombakku, tetap bergelung dalam jiwaku dan pasti kan kumaknai mu seperti kumaknai ku saat ini, di dimensi ini. Yang nyata bukan maya.”

Minggu, Februari 08, 2009

aku kamu

hari ini
aku kembali berjalan
berjalan mencari sebuah titk
bukan titik tanpa kepastian
kali ini benar benar pasti

SEBUAH TITIK TERANG

ya, sebuah titik terang
aku sudah tak ingin ke titik yang gelap itu
jenuh
setelah lama kucari
akhirnya aku bisa menemukan

kulangkahkan kakiku kesana
aku menemukan sebuah kotak
kotak jawaban dari semua ini
jawaban yang sebenarnya aku sendiri yang menentukan
jawaban yang selama ini membuatku dilema

tapi sekarang aku berani
berani membuat kotak itu tersisi jawaban
memang bukan yang aku inginkan
tapi setidaknya aku berani
sedikit demi sedikit menjadi lebih rela

kadang memang ingin kuhapus jawaban itu
tapi sudah kubuang penghapusku
selamat untuk diriku kuucapkan

untukmu selalu ada
kamu akan selalu ada
tapi tempatnya tak akan lagi sama
mari kita mulai lagi
kamu untukmu
dan aku untukku
terimakasih

Senin, Februari 02, 2009

mereka hari ini

mereka mencoba duduk tenang
di atas tumpukan jarum
sakit
mencoba bertahan
berusaha untuk mampu

sulit memang
tapi mereka harus
saling meringis
saling mengeluh
bahkan kadang patah semangat

tapi sepengamatanku

mereka akan bangkit
menumpulkan jarum jarum
bersama sama
berpegangan
saling bertumpu satu sama lain

tak ada lagi meringis
mengeluh
ataupun patah semangat

aku tahu

mereka akan tersenyum
lebar
sumringah

dan aku kali ini tak hanya mengamati
tapi juga memohon
berdoa

semoga sukses kawan

tulisanku berwarna

Tiba tiba aku ingin menulis
entah apa
aku tak punya ide
bahkan sesuatu untuk kutulis
tapi aku ingin menulis
jari ini bergerak dengan sendirinya
jadi aku menulis apa yang tiba tiba tertulis
ah membingungkan
tak perlu pikiran
semua bergerak
cepat
dan begitu saja
tak peduli apa yang kutulis ini bermakna atau tidak
berbobot atau tidak
ya pokoknya aku ingin menulis

lalu

tiba tiba aku ingin mewarnai
tidak tahu mewarnai apa
aku tak punya gambar
lalu aku harus mewarnai apa
aneh
apa bisa aku mewarnai di udara
tanpa gambar
tanpa alat pewarna
jadi makin membingungkan

aku ingin menulis
lalu ingin mewarnai

tulisan tanpa makna
lalu tak ada gambar untuk diwarnai

yasudah

kuwarnai saja tulisan ini
setidaknya tulisanku berwarna
warna warni
campur aduk
rame
meriah

Minggu, Februari 01, 2009

UNS

Ich bin immer noch hier
Warten auf Sie
Weißt du das??

Jeder zweite
Jede Minute
Jedes Mal

Ich bin für Sie

Ich weiß nicht,
Ich bin wie du
Manchmal möchte ich Sie wissen,
Aber ich kann nicht sagen, dass ich dich liebe

Ich möchte, dass Sie
Aber ich weiß, dass Sie sich nicht für mich
Sie lieben den anderen Mädchen

Also, ich bin nur wünschen alles Gute
Alles Gute für uns

Selasa, Januari 27, 2009

12:55 pm - xi bahasa

ana : mojok sambil nulis blog
testa : komat kamit ngafalin hikayat
nana : gossip sama banu
banu : gossip sama nana padahal harusnya ngafalin hikayat juga

berempat, istirahat, kegiatan masing2 tapi tetap bersama.

iseng

lagi lagi mereka

dua sahabat itu lagi
mereka dalam masalah
aku tau itu
karena aku masih mengamati
tetap di satu sisi
tak berpindah
tak mengalihkan pandangan
entah bagaimana
mereka berduka
kali ini
berduka bersama
tapi aku yakin
lewat pengamatanku
yang selalu melihat
mereka akan segera sembuh
lewat canda
saling hibur
saling dukung

lagi lagi mereka :)

kamu

hari ini
tak sengaja kupandang wajahnya
bukan lewat mataku
tapi lewat hatiku

ia hancur
luka
sedih
penuh amarah

inginku tak peduli
karena dia hanya dia
bukan siapa siapa
kuanggap tak berarti

tapi sulit sekali
mendadak aku tak fokus
semuanya berantakan
karena dia
sedihnya

bagaimana aku harus bersikap
jika semua selalu sama adanya
ingin lupa
tapi selalu ingat

aku ingat

belum sampai 2 hari kuputuskan tak peduli
tapi tiba tiba ia datang lagi
mengadu
menangis

aku benar2 tak bisa tak peduli
karena itu dia
dia yang mengadu
dia yang menangis

seharusnya aku tertawa
karena ia telah merasakan yang aku rasakan
tapi tawaku semu
hambar

tawaku menyimpan banyak makna
bukan makna karena senang
melainkan duka
tawaku adalah bentuk dukaku untuknya

teman

hanya itu
aku putuskan
aku tekadkan

sayang, kasih
untuk teman

Sabtu, Januari 24, 2009

Senandung duka

jika ada manusia yang tetap berjalan dalam suatu ketidakpastian dan kekeluan, itu adalah aku
jika ada manusia yang tetap menyusuri lorong kecil, panjang, dingin, dan tanpa cahaya, itu adalah aku
bahkan jika ada manusia yang terus melangkah dikala ia tahu akan mati, itu adalah aku

aku terima
aku terima
aku sangat terima
bahkan jika aku dicaci dan dilemparkan kata munafik
karena aku memang

memasang topeng bahagiaku di depan semua orang
berpura-pura
berperan
seolah aku sanggup membuang sakit hati
seolah aku akan tetap berdiri
seolah aku akan ada disampingnya
seolah aku kuat untuk tetap menggenggam tangannya kala ia menggenggam yang lain

hah

itu semua omong kosong
saat aku berbalik
topeng itu pun seketika lenyap
aku kehilangan semua kekuatanku

aku tak mampu bersikap seolah aku ini sanggup tersenyum
aku meringkuk
mengerang
bahkan sesekali sesegukan
cairan bening perlahan keluar dari dua buah mata ini
bibirku perlahan mengeluarkan senandung dukaku

"rasakan itu"
kata bayanganku
"rasakan itu"
bayanganku kembali berucap


"ini semua salahmu yang tak pernah menggunakanku. kau seharusnya berpikir sayang. berpikir sebelum kau seperti ini."
otakku berseru

"kau seharusnya menutupku darinya. tak sudi aku melihatnya tapi kau paksa aku. sekarang melangkahlah ke depan cermin, dengan senang hati akan kubuat kau melihat bagaimana rupamu saat ini."
mataku membalas

"tak seharusnya kau mendengar semua ucap manis tak bermakna itu. senandung dukamu lebih baik terdengar olehku dibanding manisnya ucap tak bermakna karena senandung dukamu punya arti, nak."
telingaku pun berseru

kutunggu...

sabar

gelisah

kesabaranku habis

kenapa hatiku diam?
saat semua mencaciku, dia hanya diam
kelu
tak berbahasa

lalu kutanya ia :
"kenapa kau hanya diam? aku tak akan naik darah jika kau mencaciku. ini semua buah dari kemunafikan yang ku tanam. berbicaralah padaku."

tiba-tiba
hatiku mendesah
lalu berkata
"jika ada yang pantas mencacimu bahkan ingin membunuhmu, itu adalah aku. kemarahanku terlalu besar. kau buat aku sakit. tak hanya sekali tapi ribuan bahkan jutaan kali. di otakmu telah terpatri, kau tak akan mampu mengobatiku saat aku sakit. tapi kau tetap saja melakukan hal yang sama. sekarang hitung !! hitung hari-hari yang kau jalani dengan aku sebagai tumbal. kalau kau memang ingin aku sakit, aku akan melakukannya sebagai abdiku karena aku milikmu."

dengan kasar, hatiku merobek dirinya sendiri.

sakit
lebih sakit dari sebelumnya
tak dapat kutahan
bibirku mengerang
mengeluarkan senandung duka
lebih keras
lebih pahit
lebih dalam

HITAM

MATI


HANCUR


KOSONG


Kamis, Januari 22, 2009

tidur

malam tanpa bulan
ya
hari ini
kembali kucoba pejamkan mata yang rasanya tak sanggup menahan berat
tapi
entah kenapa
ia tetap tak mau terpejam
ah
tolong
aku tak mau lagi
untuk yang kesekian kali
jangan biarkan awanku pergi lagi
tolong
biarkan ia tetap berada di bunga tidurku
biarkan mataku terpejam
ayolah
kenapa harus campuri ruang ilusiku
toh hanya milikku
kalian hanya seoonggok makhluk
jangan usik mimpiku
aku janji
hanya untuk malam ini
biarkan aku tersenyum walau dalam ilusi
jangan buat aku tetap tersadar walau hanya di mimpiku sendiri
aku sudah letih
tak sanggup
lelah
tak ingin
tak mau lagi
bosan menghadapi ini
jadi untuk kali ini
biarkan mataku terpejam
lelap
perlahan memasuki ruang ilusiku
dengan lembut kugapai kembali awanku
masuk
perlahan
kami bersama
tak ada batas
hanya kami dan ruang ilusiku
perlahan
aku hilang
dari kenyataan
dari beban
dari kemunafikan
dan sakit hati

saat aku bangun nanti, biarkan kusesali sendiri telah kubiarkan aku bermimpi

Tawa mereka

hanya 2 orang sahabat baik
terkadang mereka aneh
suka tertawa
tak tau karena apa
tapi kuyakin
tawa mereka bahagia

hanya 2 orang sahabat baik
terkadang mereka lucu
suka membuat satu sama lain tertawa
tak tau karena apa
mungkin karena gumpalan sayang mereka

aku hanya pengamat
mengambil satu tempat di pojok sana
mengamati
teliti
seksama
tanpa suara

sesekali ikut menyunggingkan sedikit senyum
kusimpan rapi tawa renyah mereka
dalam imajinasi
ruang tanpa batas
aku suka tawa mereka
sejenak melupakan dunia

hanya mereka
2 orang sahabat baik
yang senang tertawa

Yang terburuk bukan jadi tak berarti

mari kita berendam dalam bak pasir
mengumpulkan bulir demi bulir lembut pesonamu
kilau bahagia melayang asa
memantulkan sinarnya matahari di ufuk sana

merah merona hangat terbakar rasa
lumerkan dinding penghapus senja
ingin ku raih satu titik disana
lalu terbanglah cahayaku melayang bersama

hingga dewa dewi sambut suka ria
kau hilang tak berikan kata
kembali di bak pasir hangat dan mataharimu
meraih kembali buliran pasirmu tak jemu

dan aku

cukup baik untuk bisa sedikit menikmati sesaat berada dalam bak pasirmu

tak kau sadari

diam diam

kusembunyikan satu pasir dalam ruang rahasiaku

maaf

tak bermaksud mencuri

hanya mencuil sedikit milikmu

karena kusadari, tak cukup berani kupendamkan jiwaku didalammu

sekarang

setidaknya

kumiliki satu

bukan hati, bukan cinta, bukan sayang

hanya sebulir pasir terburuk milikmu