Selasa, November 17, 2009
aku dia mau mati
Minggu, Oktober 18, 2009
setengah tahun lalu
dia:
Kalau kutitipkan sebaris dua baris kata pada layar ini,
Jangan marah
Gelora ini datang tanpa permisi
Mengahardik aku agar bergerak
Jari-jariku tersihir
Tapi bisu
Kau masuk dari pintu depan
Menyapa aku
Membisikan kata “selesaikan”
Ya maka aku selesaikan
Sampai akhir kawan
Lagu tercipta karena indah pada rindumu yang membumbung
Di antara balik bingkai bingkai
Terjajar dalam belleza kemilau
Kau temui dia bukan?
Berapa pujian dari bibirmu
Makin lekat rasanya mata ingin memandang
Siapa dia karunia atau kurnia
Ah sama saja
Laki laki datang dalam bisu
Pergi juga tanpa basa basi
Berapa lama kalian bersama sekarang
Ribuan detik pasti sudah lampau
Hari ini kuucapkan padamu
Penantian itu kosong
Maka isilah
Dengan satu dua kata
Jujurlah
Pada kurniamu yang megah
(lihat aku selesaikan barisan kata ini kan)
saya:
Aku tertawa dan hampir menangis
Menangisi buah kelentikan jari yang kau selesaikan
Sihirmu pun buatku baca
Baca seuntai makna dalam ribuan kata
Kau suruhku jujur
Pada kurniaku yang megah
Jikalau sampai pesanku padanya
Pastilah terurai lewat bingkai bingkai belleza
Bingkai kosong
Yang akan kuisi kata
dia:
Coba rasakan bagaimana jiwanya menyentuh hatimu
Dalam nada saja
Dalam bisikan saja
Ah aku tahu
Kamu bukan menunggu
Kamu hanya ragu
Ragu bergerak
Bukankah ia kurnia yang setya
Ia masih di situ setya menunggu seorang ariana
Ayo bermain dalam kerlingan kerlingan cinta
Yang kau lihat dari panggung besar bulan desember
Waw pesonanya dimainkan saat jarinya menyentuh utuh
Tombol itu
Klik
Sebuah gambar
Gambar wajahmu
Direkatkan pada dinding
Dinding batinnya
saya:
Kau buatku makin ragu
Dia tak setya menunggu seorang anaira
Tapi seorang nama
Yang tak tahu arti kurnia
KURNIA
Yang kau bilang punya pesona dari megahnya panggung desember
Kawan,
Belum ada pintu terketuk
Tuk sampaikan sepucuk surat
Belum ada kabar terlampir
Tuk katakan aku ada disana
Satu ruang yang masih ia isi
Sekarang aku hanya menunggu kurniaku
Melepas bingkai itu
Dan ganti dengan milikku
Maka permainan berakhir
Lalu KLIK !
Tak hanya wajahku
Tapi juga wajahnya disana
Sayang hanya permainan
Halteku makin dekat
Aku harus pulang
Tanpa membawa rupa gambarnya
Aku tak lelah
Hanya mencoba mencari lelah darinya
Kurniaku terlalu megah
Menjadi bayangan sudah bagus untukku
Tapi untuk apa menunggu bayangan
Ya beginilah aku
Tak punya konsistensi tinggi mengenai penantian
Hah kawan
Kuhela nafasku lagi
Lelah
Kubisikkan selesaikan tapi kau nyengir kuda
Aku sakit tenggorokan
Tak bisa menjerit
Lain hari
Kuteriakkan selesaikan
Bukan membisikkan
Rasakan
Ini hari masih pagi
Matahari baru saja tiba
Sinarnya baru melekat pada tubuhmu
belum diselesaikannya, kututup permainan kata ini
aku:
kawan,
halteku musnah
bus ku tak lagi dapat bergerak
klik
sebuah nama
gambar
senyum
sudah terpamerkan pada kurniaku yang tak lagi megah
buka anaira
bukan nama
saat itulah selesai permainan kata kami, kapan kita mulai babak baru kawan?
i.t.r.a
a
t
i
c
i
n
t
a
coba hitung
h.a.t.i
c.i.n.t.a
menarik?
menurutku tidak
aku punya cinta?
mungkin punya
kamu?
kau bilang tentu saja
kukatakan lagi, apa definisi cinta?
kau bilang cinta sesuatu yang bermula dari hati
kutanyakan, apakah itu bertumbuh dari benih?
semacam itulah jawabmu
itu bukan cinta, itu tanaman kataku
hahaha kau tertawa
tanyaku, lucu?
sulitkah kau cerna maksudku? tanyamu
kurasa kau tak mengerti kujawab
.....
mungkin memang gila
kau tak mengerti
kamu tak mengerti
dia, mereka, kalian, aku
benih, pupuk, air, sinar matahari
h
a
t
i
c
i
n
t
a
Senin, Juni 15, 2009
RINDU KALIAN
pancaran remeh pun tersinarkan jelas
hari esok
esoknya lagi
esok dari esoknya lagi
hanya itu yang lekat dalam otak
perasaan
masa bodoh dengan itu
aku punya jalanku
begitupun dia
dan mereka pula
mereka membosankan kataku
yakin mereka sedang menjalani hidup dari dunia nyata?
kasar?
hah, kurasa tidak
aku hanya sampaikan pendapatku
aku tak suka mereka
dan tak peduli jikalau mereka tak suka aku juga
karena mereka tak ada seperempat dari secuil yang kupunya
esok dari esok hari tiba
kutinggalkan dunia yang kurasa bukan hidup
sampai pada stasiun tempatku kembali
dunia yang menurutku hidup yang sesungguhnya
masuk dalam ruang megah
detik jam terdengar jelas
pukul 7 pagi
otakku kembali pada memori
pada suatu dunia yang tak kusuka
mereka
yang kuanggap membosankan
yang kurasa tak benar benar hidup
"apa yang ia masak ya?"
"mereka pasti sudah berpeluh jam segini"
otakku mengetikkan kata yang ternyata akupun kaget memikirkannya
dunia itu
ternyata bukan tak nyata
mereka hidup
aku yang tak nyata
menjadi pengecut hanya untuk menghadapi serempat jalan
haha
aku tertawa miris
bapak
ibu
aku rindu
MATI
erangku
kepalaku ternyata sudah remuk
otak dan darah bercampur
bentuknya pun cairan
merah keunguan
seketika pula badanpun hancur
semua hancur
tapi lelahku tidak
kudapati jawaban
masuk keruang sesak
ternyata lelah hancur
namun hampa
namun tak ada lagi erangan
tenang
sepi
alunan musik kesenduan
haru
dan mati
Senin, April 06, 2009
ruang hitam kecil
itu seperti aku
dikelilingi banyak sinar tapi aku menjadi sebuah tempat kosong yang gelap
hitam pekat
walau dikelilingi terang namun aku terlewatkan tak tersadarkan
sakit sekali
entah darimana bisa merasa sakit karena aku saja masih bertanya apa kupunya hati
kenapa sakit?
walau hitam aku selalu senyum lebar walau kadang tak terlihat karena hitam
namun aku tersenyum
ya aku tersenyum
tapi tentu aku tak bahagia hanya dengan menjadi ruang kosong dalam jutaan sinar itu
bukannya aku bermalasan menarik satu sinar itu untuk jadi sinarku
tapi aku lelah
berat sekali menarik satu titik sinar
lelah
Minggu, Maret 29, 2009
Dua anak buta
Romantisme cinta yang melebur bersama molekul dan partikel malam penuh bintang berhasil merasuki serta membaui rasa keduanya. mereka mungkin belum (namun akan) mengenal rasa ini. cinta . tapi ada masanya rasa ini tersadari oleh mereka. aku iri melihat mereka berdua, tanpa kemunafikan, dengan kesederhanaan usia, cintanya terasa tulus. sangat iri.
Kulihat Titan menggenggam tangan mungil hangat gadis kecil di sebelahnya itu. Arium. nama gadis kecil itu Arium. Dielusnya pelan tangan Arium lalu Titan menarik pelan jari telunjuk Arium dan mengarahkannya ke langit lepas malam penuh bintang itu. perlahan diputar putarnya jari Arium hingga membentuk sesuatu dalam absurnisme imajinasi Titan yang ingin disampaikannya pada Arumi.
"Kakak, itu tadi apa?" tanya Arium penuh kepolosan.
"Itu benang kusut hihihihi." jawab Titan
"Aku gak ngerti deh kak, emangnya benang kusutnya melayang layang di langit? mana bintang jatuhnya kakak?"
"Arium, itu tadi aku bikinin jalur bintang jatuhnya. hehe, kusut."
"Oh begitu ya. hihi lucu ya bintangnya kusut."
"HAHAHAHAHAHAHAHA" keduanya tertawa sumringah bersama sama, tak peduli dengan rasa iri yang timbul dari romantisme keduanya yang tanpa polusi.
Mungkin kalian tak tahu. Mereka buta. ya keduanya buta, tak dapat melihat. indra penglihatan mereka mungkin memang tak berfungsi sebagaimana mestinya tapi imajinasi dan hati mereka tak mati. Dengan kesederhanaan usia dan pikiran, mereka ciptakan mahakarya dunia mereka sendiri tanpa terkontaminasi. bintang jatuh dalam fantasi Titan membawa bahagia pada Arium yang terkasih. bahkan tanpa disadarinya, ia berhasil menciptakan benang kusut sebagai jalur bintang supaya genggamannya pada Arium akan sulit dilepaskan.
Kata orang cinta itu buta, tapi mereka berhasil membutakan cinta hingga keduanya tak buta seperti yang lainnya.
Minggu, Maret 22, 2009
?
absurdnisme hati
bukan karena dia
tapi karena yang lain
apa berarti si empu hati mulai mencari ruang yang terluang?
menemui lubang yang bisa dipenuhi?
yang sulit dijangkau pada hati empu hati yang lain
kepastian
entah kenapa leluasa sekali tuk diketikkan
tapi tak semudah itu mendapatkan
aku yang terlalu tak pintar
atau memang yang ingin kucari itu sebenarnya aku yang pastikan
dengan sangat sopan dan munafik
kututurkan kembali
jalani saja
ya karena aku memang munafik
kuakui itu
selama aku bisa hidup dengan mata makin menyipit dan bibir melebar
kenapa tidak
mungkin sementara
Selasa, Maret 17, 2009
yang terpanggil
terik sekali
untukku dan yang lain panas
tapi untuknya
yang terpanggil
berbeda
terik menjadi cahaya pulang
supaya ia kembali tanpa cacat
tanpa duka
tanpa beban
penuh senyum
untuk beristirahat tanpa perlu penat
untuk mengawasi kita
selamat jalan untukmu yang terpanggil
kak yurike
may you rest in peace. god bless you
Senin, Maret 16, 2009
DETIKKU DETIKMU
Semua serba dikendalikan oleh keadaan
kadang aku lelah
namun ini resiko
konsekuensi
aku berani mengambil jalan gelap
berarti harus berani tersandung
jatuh
terbentur
terpleset
ataupun terseok seok
saat aku berani
saat aku selesaikan
pasti ada terang
pasti ada cahaya
aku yakin
dalam detikku dan detikmu
apapun itu
waktu kita sekarang ini
akan kunikmati
entah bersama cahaya atau tidak
Selasa, Maret 03, 2009
manusia
lalu apa yng harusnya dilakukan saat semua yang harusnya hilang ternyata masih ada, sedikit mungkin, tapi haruskah harapan itu tetap disimpan dan diharapkan ? atau kembali dalam nanah untuk mencabut dan mengoreknya sampai ke titik paling kecil
Jumat, Februari 27, 2009
rasa, lelah, percaya, tidak
ternyata rasional tak selalu menjadi jawaban
perasaan
aku tak tahu mana yang lebih sakit
adam diambil rusuknya
atau hawa menerima rusuk adam
bagaimana jika rusuk adam tak ada pada hawa
seorang kawan bertutur
mereka yang datang dalam bisu
pergi tak terlihat
aku ingin selesai
tapi tak tahu
kapan
bisa kuselesaikan
kapan
makna bisa dimaknai
percaya?
belum tentu aku
Kamis, Februari 26, 2009
1 menit
Dasar biru lalu ditutupi gumpalan putih
Halus bagai kapas
Fantasiku kembali bermain
Aku terdiam
Dibalik bingkai ungu pada mataku
Kutatap tanpa sekalipun menoleh pada yang lain
Maaf jika kalian iri
Tapi kali ini fantasiku memilihnya
Menunjuknya sebagai kawan mainku sore ini
Aku bayangkan melompat disana
Memangnya awan seperti trampoline?
Aku tak tahu
Tapi dalam fantasiku begitu
Kan sukasukaku
Kuasaku dalam imajinasiku
Lalu kucomot dan kumasukkan dalam mulut
Manis layaknya gulagula
Memangnya awan seperti gula?
Huh ! aku tak tahu
Pokoknya sukasukaku
Jangan ganggu imajinasiku
Disini perhentianku yang terakhir
Tempat senangsenangku
Tapi kamu masuk lagi
Ganggu saja yang lain
Bahkan dalam fantasi sekalipun kamu yang pegang kendali
Ini kan otakku
Ini juga hatiku
Masa kamu belum puas aku menangisimu 24 jam dalam sehari
Hari ini sedikit berdermalah kamu
1 menit saja dari 24 jam
Biarkan aku hanya denganku dan awan
Tanpa kamu disini
Boleh kan?
Tetap tak mau pergi yasudah
Tapi jangan ganggu
1 menit berhargaku
Lalu aku pulang
Tetap membawamu sebagai kendali
Awanku sudah pergi
Senin, Februari 23, 2009
realita dalam cerita
MEMAKNAI MAKNA
Tak biasanya ia begitu. Duduk di suatu pojok lembab tanpa jutaan tawa yang biasanya selalu ia dambakan setiap hari bahkan setiap detiknya. Sekalipun dia terbiasa hanya diam di suatu sudut, ia pasti tertawa, tentu tawanya penuh makna. Pria tinggi dengan tubuh cukup ramping dan rambut coklat tuanya, kurasa dia yang mampu membuat “wanita pojok”, aku menyebutnya begitu, tertawa sumringah sekalipun ia hanya duduk di pojok, sudut.
Wanita itu hanya memperhatikan, tak pernah mencoba membuka mulutnya lalu mengeluarkan benang benang gelombang suara untuk menyampaikan satu kata saja untuk si pria berambut coklat itu. Ah, aku bingung, tak lelahkah ia hanya terus duduk, lalu tertawa, kadang hanya memperhatikan, dan begitu seterusnya. Kenapa tak disapanya pria itu tuk sekedar bertanya namanya? Yah walaupun aku tak tahu pasti apakah wanita itu mengenal pria tersebut atau tidak, tapi kurasa ia tak mengenalnya karena kebisuannya selama ini.
Kebingungan terus mengusikku hingga kedalam titik kecil dalam otakku yang memang sudah kecil ini. Kadang aku berfikir hal ini kelamaan bisa membuat otakku menguap lalu menciut ke ukuran yang lebih kecil lagi. Kenapa sel sel dalam otakku terus memaksa aku kembali ke tempat si wanita memperhatikan si pria yang keduanya orang asing bagiku. Aliran darah rasanya menjadi sangat cepat dan deras hingga rasanya mereka ingin menyembur keluar dari dalam tubuhku jika tak melihat kelanjutan cerita mereka.
Dengan langkah yang berat namun hati yang semangat , hari ini kembali kudapati mereka. Ya tentu saja si wanita dan si pria, memangnya siapa lagi. Hari ini aura yang ditampilkan si wanita tak lagi sama seperti kemarin. Warnanya kelabu, bahkan hampir mendekati hitam. Setelah kudekati sedikit, kulihat matanya mengeluarkan cairan hangat, namun warnanya tak bening seperti pada umumnya melainkan merah, bukan merah darah, tapi lagi lagi mendekati hitam, ya merah kehitaman. Lembar lembar rasa kasihan sekaligus ngeri muncul. Akhirnya otakku kembali bekerja, aku sadar, kutolehkan kepalaku ke sisi tepat pandangan si wanita terarah.
Ternyata benar, hari ini si pria berambut coklat tua tak hanya sendiri. Maksudku ia tak tertawa dengan teman sejenisnya, melainkan dengan seorang keturunan hawa yang apik sekali. Tak perlu kujelaskan, kalian pasti tau hawa macam apa yang pantas mendapat predikat apik tentunya. Wajah keduanya diliputi kebahagiaan yang kurasa sangat dalamnya hingga keduanya mengeluarkan aura serupa. Kuning keemasan, silau sekali, namun silaunya mampu membelai tiap tiap makhluk yang berada disampingnya. Benda matipun secara ajaibnya bisa mengamuk karena ingin bisa merasakan yang keduanya rasakan. Aku saja iri. Sangat iri. Tak heran aku sekarang jika si wanita pojok diliputi hitam. Hampir lupa aku, sekarang warna si wanita bukan hanya mendekati hitam melainkan sangat hitam. Hitam pekat, bahkan sebilah pisau cahaya pun tak mampu menembus hitamnya.
Aku makin tak mengerti, dan kali ini kuyakin otakku pasti telah mengecil sekitar satu atau dua centimeter. Begitu banyak gerakan yang membentuk tanda tanya yang tak mampu kucari ataupun kujawab sendiri. Ah, lagi lagi aku menarik napas begitu dalam begitu berat. Kenapa wanita pojok itu hanya duduk diam? Kemarin tertawa hari ini berduka. Siapa dia? Siapa pria berambut coklat itu? Dan siapa pula si hawa yang apik itu? Kenapa aku harus terlibat? Tapi satu yang pasti dan kusadari rasa penasaranku punya andil yang lebih besar dibandingkan tanda tanya yang muncul dalam otakku belakangan ini.
Hari ini kembali kutelusuri jalan penuh liku untuk menjamah tempat kejadian itu, lagi lagi tempat si pria dan dua wanitanya. Langkahku mendadak terhenti seperti direm mendadak, menimbulkan gumpalan debu yang terbang secara riang di sekitar kakiku. Keheranan. Tak kulihat si wanita pojok, si pria tinggi ramping, juga si hawa apik itu, kemana perginya mereka. Lalu apa yang harus kulakukan dengan tanda tanya di otakku? Bagaimana kujawab semua itu tanpa lakon ketiga peranan itu? Aku hanya berdiri mematung disana. Tak ingin rugi, aku berjalan mendekati pojok favorite sang wanita, siapa tahu ia datang dan aku bisa melanjutkan menonton kisahnya itu, tapi belum sampai sebegitu dekatnya, kudapati sebuah catatan, bersampul hitam, tak begitu tebal.
Tanpa pikir panjang kuambil buku itu lalu kubuka, “MAKNA”, tertulis nama itu didalamnya. Sedikit heran campur terkejut, namanya sama dengan namaku, Makna. Yah tapi tak terlalu kupusingkan lah itu. Menurutku sah sah saja tiap tiap jiwa punya nama yang serupa. Ingin kulanjutkan untuk membaca buku hitam itu, tapi tiba tiba sehembus angin bertiup bersama molekul molekul dingin lalu menyeruak dalam pori poriku hingga menimbulkan suatu getaran, dingin. Aku tak menggunakan penghangat tubuh, jadi kuputuskan untuk kembali ke tempat peristirahatanku yang nyaman, lalu akan kubaca buku itu disana.
Disinilah tempatku seharusnya berada, tempat yang nyaman dan hangat. Mereka bilang ini rumah, tapi menurutku ini tempat peristirahatan. Karena memang kugunakan tempat ini beristirahat, hanya untuk beristirahat. Kubuat secangkir kopi hangat, tak terlalu manis, seperti kisahku yang memang tak pernah sebegitu manisnya. Haha, aku tertawa sendiri, apa yang otakku ini pikirkan. Lalu kuambil sudut ternyaman untukku, didepan kaca besar menghadap ke sebuah taman kecil yang hijau, letaknya tepat ditengah tempat peristirahatanku. Apalagi sekarang hujan, ya aku sangat suka hujan, menurutkku hujan bisa menghapus dukaku. Duka hawa sepertiku yang terkadang di tinggal mati adamnya, setelah dihapus hujan, aku merasa lebih baik. Aneh memang, semua orang berkata seperti itu kok, aku memang senang berfantasi dan berkata kata yang tak dimengerti. Karena kata kataku hanya milik aku dan pikiranku, bukan untuk orang lain. Nah kan, lagi lagi aku menyimpang dari topik ini.
Akhirnya kubuka lembaran setelah lembaran bertuliskan nama Makna. Kira kira begini isinya :
Dunia maya, 27 Desember 2008.
Aku dan duniaku. Kembali kutatap benda elektronik di depan mataku. Aku lebih senang berkekasih dengan benda elektronik yang bisa menghubungkaknku lewat dunia fantasiku, dunia maya. Menurutku ini adalah tempat terluasku untuk menuangkan siapa aku tanpa takut malu menjadi aku. Aku yang tak ada menarik menariknya ini menjadi sangat menarik lewat tulisan yang ku post kedalam sebuah website buatanku. Disana aku tetap Makna, hanya saja Makna yang punya makna berbeda.
Lewat diapun aku bertemu dengannya,Ombak. Ia bukan makhluk yang senang menulis seperti kebanyakan pengikut setia websiteku itu, tapi secara ajaib ia muncul dan merasa tertarik dengan karya karya picisanku. Wanita tak menarik sepertiku pun tentu punya hati, dengan sekejap akupun jatuh hati.
Dari catatan itu aku tahu pria itu bernama Ombak. Tapi aku merasa sangat relevan dengan namanya, yasudahlah tak mau terlalu kupikirkan itu. Otakku terlalu banyak menampung hal yang tak perlu. Dari catatan itu pun aku tahu, bahwa tak setiap harinya si wanita menuliskan kejadian yang ia alami ke dalam si buku hitam karena tanggal ia menulis tak pernah runtut. Aku lebih senang menyebutnya si wanita karena namanya sama denganku. Kulanjutkan membaca buku itu, makin penasaran rasanya.
Lagi lagi Dunia Maya, 1 Januari 2009
“Sebuah tahun yang baru untuk memulai segala yang baru.”
Pencarianku tentangnya pun menjadi pekerjaan baruku.
Ia kembali mengomentari tulisanku, komentar kekaguman tentunya. Belakangan ini aku menjadi sedikit GR / Gede Rasa kata anak anak jaman sekarang. Tentu karena pujian pujiannya, jika itu dari adam yang lain mungkin rasanya tak sebegini bahagianya. Belum lagi tadi ia menyampaikan keinginannya untuk menjumpaiku. Pacuan energi senang muncul begitu saja namun hatiku sedikit merengek. Menyek layaknya di sinetron. Bagaimana jika ia menyesal bertemu denganku, aku akan kehilangan kataku bila bertemu dengannya, apa yang harus kukenakan, bagaimana jika baginya aku tak menarik seperti anggapan makhluk Tuhan yang lain. Ah. Betapa bodohnya aku, otakku makin bodoh saja kian hari. Tapi padanya aku menyerah. Kuputuskan untuk tetap bertemu.
Akhirnya si Wanita akan bertemu dengan Ombaknya, aku makin tak sabar apa yang akan terjadi kemudian. Entah mengapa semakin kubaca semakin bergemuruh dadaku. Ada gumpalan kepedihan yang tersimpan dalam hatiku, entah apa aku tak tahu. Buku itu pun tidak atau mungkin belum menceritakan suatu kepedihan, tapi kenapa aku tiba tiba menitikkan setetes cairan hangat. Meluncur pelan melewati pipi lalu jatuh ke baju yang kukenakan dan menimbulkan satu titik kecil layaknya sebuah lubang. Kecil namun hangat. Seketika tenggorokanku terasa tercekik, berat dan sakit. Aku makin bingung, aku tak mengeluarkan suara sedikitpun tapi rasanya tenggorokanku habis digodok untuk banyak berkata hingga menjadi jadi perihnya. Kugenggam pinggiran cangkir berwarna ungu cerahku dan kuseruput sedikit kopi. Kutatap taman kecil hijauku, ternyata hujan mulai reda, sedikit kecewa, padahal aku ingin hari ini hujan datang seharian penuh, setia menemaniku yang diliputi banyak tanda tanya. Tapi ternyata si hujan sudah mulai bosan hingga ia hanya mengirimkan sedikit rintik, gerimis. Kembali kubuka lembar selanjutnya untuk mengobati sedikit kecewaku.
Dunia nyata, 14 Februari 2009
“Tempat segala ketakutanku bermula, tempat kadang aku benci jadi aku.”
Degup jantung tak mampu kupungkiri sangat kencang. Degup jantung terkencang yang pernah kurasa. Mungkin karena ini sangat special, degup jantung yang sepantasnya untuk ia yang bisa membuatku merasakan rasanya yang mungkin namanya Cinta setelah sekian lama aku tak merasa. Pandangan kami bertemu di satu titik yang sama. Satu detik mungkin duniaku berhenti, tangan besarnya menjabat tanganku yang mungil, kecil. Aku berterimakasih tanganku tak berkeringat kali itu. Karena biasanya kelenjar keringatku bekerja berlebihan saat aku grogi, bocor barangkali. Ombak yang memulai percakapan, ia orang yang santun juga humoris, kadang ia hanya melemparkan senyuman saat aku berbicara. Walaupun aku tak mengerti mengapa ia tersenyum tapi aku senang senang saja. Toh kenyataan yang kualami sekarang tak semenakutkan yang ada di pikiranku.Ia pribadi yang menyenangkan. Ombak, Untuk pertama kalinya aku yakin apa yang kuinginkan, Ombak, aku menginginkannya. Bukan karena ini hari kasih sayang tapi karena aku memang menyayanginya.
“Dan di dunia nyata, bersamanya, aku tahu terkadang ketakutan harus dihadapi, itu hanya sebuah proses sebelum aku bahagia.”
Selesai. Hanya itu isi buku yang kutemukan. Semua berakhir bahagia. Kenapa si Wanita bersedih? Mungkin si pria bernama Ombak itu berselingkuh dengan si hawa apik yang tak kutahu namanya. Tapi tak tersuratkan mengenai si hawa. Lalu siapa dia? Kenapa catatan ini tak banyak menyuratkan hal yang ingin kuketahui? Terlalu bingungnya hingga kuteguk habis kopiku yang sudah sangat dinginnya tapi tetap nikmat bagiku dan kusadari si Hujan benar benar berhenti. Sepi. Langit sudah memancarkan kegelapan namun kosong. Tak ada bulan apalagi bintang. Kenapa semua sembunyi? Sembunyi dariku? Kenapa? Tanda tanya yang makin berjubel jumlahnya membuatku kian lelah, meningkatkan kadar kantuk, tidur. Aku terlelap tanpa mimpi dan bangun tapi seperti tak bangun. Rasanya sama, masih diliputi tanya.
Aku bangkit dari tempatku terduduk lalu terlelap yang ribuan menit lamanya. Catatan itu terjatuh, kupungutnya dengan malas karena belum sepenuhnya nyawaku terkumpul. Namun kuyakin mereka segera berkumpul karena keanehan terjadi lagi, catatan itu membuka pada halaman yang tak kutemukan. Ternyata belum selesai. Masih ada satu bagian. Bagian yang terpisah jauh dari yang lainnya.
“Kamu yang pantas membaca karena ini milikmu.”
Aku tak mengerti. Milik siapa? Maksudnya milikku? Kuputuskan membacanya kembali.
“Hahaha.. masih tak sadarkan diri?”
Aku adalah kamu, Makna. Kita ini satu, sama sama Makna. Kamu tak kenali aku sekarang, tapi akan segera jika kamu tak mau menyadarkan diri. Seperti yang kutulis, realita pahit memang seharusnya ada untuk menjadi proses pantas tidaknya adam dan hawa bahagia. Saat kamu rasa hidupmu tak sebegitu manisnya layaknya kopi favoritemu, kamulah yang sebenarnya menentukan itu semua. Si hawa apik ya? Itupun kamu. Tak sadarkah kamu selama ini kamupun menarik seperti si hawa apik karena dia adalah kamu saat kamu tentukan kamu bahagia, sedangkan aku si penulis yang hanya bisa duduk, memperhatikan, tertawa, menangis, dan kemudian menghilang adalah aku di bagian dirimu yang selama ini kamu jalani. Pengecut. Aku ada karena bagian dari dimensimu yang lain sudak terlalu lelah Makna. Dia yang menjadi Ombakku akan menjadi Ombakmu juga, itupun setelah aku atau harus kusebut kamu juga berhasil menerima realita. Cintanya datang saat kamu buka rasamu padanya, tak berarti buta juga kecuali kamu siap menerima.
“Sudah terbuka? kamu bermakna layaknya namamu Makna.”
Dimensi lain diriku atau dirimu,
Tak bertanggal
Bertempat di lubang kecil dalam hati yang tak bisa kautoleh untuk kaulihat tapi kau rasa.
Makna.
Aku sadar dan mulai mengerti. Hari ini tak kubulatkan tekadku untuk tak menangisi dia yang mati, melainkan kuyakinkan diri dan kulakukan dengan pasti. Ada hal yang lebih penting dari bagiamana dia mencintaiku, tapi bagaimana aku mencintai dia dan bagaimana aku menerima caranya mencintaiku. Saat kutoleh pada bagian bajuku yang kemarin menjadi titik basah menyerupai lubang, ia sudah mengering, hilang tanpa bekas. Aku sekarang bebas, bisa merasa apa yang tak kurasa karena lubang itu sudah tak ada. Hari ini aku kembali belajar. Belajar untuk menerima, belajar untuk meyakini. Setiap napas, setiap langkah, hanya untuk memaknai.
”Dimensiku dimensimu, hari ini, tak kutanggali, berlaku seumur hidupku.”
Saat aku membuka mataku
Ia tak melihat layaknya buta
Saat kutabrakkan diri karena gelapnya tak terangi
Kau, Ombakku datang
Hempaskan aku dari gelapnya buta
Tuntun aku dalam hangat matahari pantaimu
Hingga aku merasakan halusnya bulir pasir
Dan kau selimutiku
Hangat
Akupun berhasil membukanya
Bukan mataku tapi hatiku
Ia yang menjadi mataku
Kubuka dia dan kamu masuk
Ombakku beserta matahari dan pasirnya
“Padanya yang akan selalu jadi ombakku, tetap bergelung dalam jiwaku dan pasti kan kumaknai mu seperti kumaknai ku saat ini, di dimensi ini. Yang nyata bukan maya.”
Minggu, Februari 08, 2009
aku kamu
aku kembali berjalan
berjalan mencari sebuah titk
bukan titik tanpa kepastian
kali ini benar benar pasti
SEBUAH TITIK TERANG
ya, sebuah titik terang
aku sudah tak ingin ke titik yang gelap itu
jenuh
setelah lama kucari
akhirnya aku bisa menemukan
kulangkahkan kakiku kesana
aku menemukan sebuah kotak
kotak jawaban dari semua ini
jawaban yang sebenarnya aku sendiri yang menentukan
jawaban yang selama ini membuatku dilema
tapi sekarang aku berani
berani membuat kotak itu tersisi jawaban
memang bukan yang aku inginkan
tapi setidaknya aku berani
sedikit demi sedikit menjadi lebih rela
kadang memang ingin kuhapus jawaban itu
tapi sudah kubuang penghapusku
selamat untuk diriku kuucapkan
untukmu selalu ada
kamu akan selalu ada
tapi tempatnya tak akan lagi sama
mari kita mulai lagi
kamu untukmu
dan aku untukku
terimakasih
Senin, Februari 02, 2009
mereka hari ini
di atas tumpukan jarum
sakit
mencoba bertahan
berusaha untuk mampu
sulit memang
tapi mereka harus
saling meringis
saling mengeluh
bahkan kadang patah semangat
tapi sepengamatanku
mereka akan bangkit
menumpulkan jarum jarum
bersama sama
berpegangan
saling bertumpu satu sama lain
tak ada lagi meringis
mengeluh
ataupun patah semangat
aku tahu
mereka akan tersenyum
lebar
sumringah
dan aku kali ini tak hanya mengamati
tapi juga memohon
berdoa
semoga sukses kawan
tulisanku berwarna
entah apa
aku tak punya ide
bahkan sesuatu untuk kutulis
tapi aku ingin menulis
jari ini bergerak dengan sendirinya
jadi aku menulis apa yang tiba tiba tertulis
ah membingungkan
tak perlu pikiran
semua bergerak
cepat
dan begitu saja
tak peduli apa yang kutulis ini bermakna atau tidak
berbobot atau tidak
ya pokoknya aku ingin menulis
lalu
tiba tiba aku ingin mewarnai
tidak tahu mewarnai apa
aku tak punya gambar
lalu aku harus mewarnai apa
aneh
apa bisa aku mewarnai di udara
tanpa gambar
tanpa alat pewarna
jadi makin membingungkan
aku ingin menulis
lalu ingin mewarnai
tulisan tanpa makna
lalu tak ada gambar untuk diwarnai
yasudah
kuwarnai saja tulisan ini
setidaknya tulisanku berwarna
warna warni
campur aduk
rame
meriah
Minggu, Februari 01, 2009
UNS
Warten auf Sie
Weißt du das??
Jeder zweite
Jede Minute
Jedes Mal
Ich bin für Sie
Ich weiß nicht,
Ich bin wie du
Manchmal möchte ich Sie wissen,
Aber ich kann nicht sagen, dass ich dich liebe
Ich möchte, dass Sie
Aber ich weiß, dass Sie sich nicht für mich
Sie lieben den anderen Mädchen
Also, ich bin nur wünschen alles Gute
Alles Gute für uns
Selasa, Januari 27, 2009
12:55 pm - xi bahasa
testa : komat kamit ngafalin hikayat
nana : gossip sama banu
banu : gossip sama nana padahal harusnya ngafalin hikayat juga
berempat, istirahat, kegiatan masing2 tapi tetap bersama.
iseng
lagi lagi mereka
mereka dalam masalah
aku tau itu
karena aku masih mengamati
tetap di satu sisi
tak berpindah
tak mengalihkan pandangan
entah bagaimana
mereka berduka
kali ini
berduka bersama
tapi aku yakin
lewat pengamatanku
yang selalu melihat
mereka akan segera sembuh
lewat canda
saling hibur
saling dukung
lagi lagi mereka :)
kamu
tak sengaja kupandang wajahnya
bukan lewat mataku
tapi lewat hatiku
ia hancur
luka
sedih
penuh amarah
inginku tak peduli
karena dia hanya dia
bukan siapa siapa
kuanggap tak berarti
tapi sulit sekali
mendadak aku tak fokus
semuanya berantakan
karena dia
sedihnya
bagaimana aku harus bersikap
jika semua selalu sama adanya
ingin lupa
tapi selalu ingat
aku ingat
belum sampai 2 hari kuputuskan tak peduli
tapi tiba tiba ia datang lagi
mengadu
menangis
aku benar2 tak bisa tak peduli
karena itu dia
dia yang mengadu
dia yang menangis
seharusnya aku tertawa
karena ia telah merasakan yang aku rasakan
tapi tawaku semu
hambar
tawaku menyimpan banyak makna
bukan makna karena senang
melainkan duka
tawaku adalah bentuk dukaku untuknya
teman
hanya itu
aku putuskan
aku tekadkan
sayang, kasih
untuk teman
Sabtu, Januari 24, 2009
Senandung duka
jika ada manusia yang tetap menyusuri lorong kecil, panjang, dingin, dan tanpa cahaya, itu adalah aku
bahkan jika ada manusia yang terus melangkah dikala ia tahu akan mati, itu adalah aku
aku terima
aku terima
aku sangat terima
bahkan jika aku dicaci dan dilemparkan kata munafik
karena aku memang
memasang topeng bahagiaku di depan semua orang
berpura-pura
berperan
seolah aku sanggup membuang sakit hati
seolah aku akan tetap berdiri
seolah aku akan ada disampingnya
seolah aku kuat untuk tetap menggenggam tangannya kala ia menggenggam yang lain
hah
itu semua omong kosong
saat aku berbalik
topeng itu pun seketika lenyap
aku kehilangan semua kekuatanku
aku tak mampu bersikap seolah aku ini sanggup tersenyum
aku meringkuk
mengerang
bahkan sesekali sesegukan
cairan bening perlahan keluar dari dua buah mata ini
bibirku perlahan mengeluarkan senandung dukaku
"rasakan itu"
kata bayanganku
"rasakan itu"
bayanganku kembali berucap
"ini semua salahmu yang tak pernah menggunakanku. kau seharusnya berpikir sayang. berpikir sebelum kau seperti ini."
otakku berseru
"kau seharusnya menutupku darinya. tak sudi aku melihatnya tapi kau paksa aku. sekarang melangkahlah ke depan cermin, dengan senang hati akan kubuat kau melihat bagaimana rupamu saat ini."
mataku membalas
"tak seharusnya kau mendengar semua ucap manis tak bermakna itu. senandung dukamu lebih baik terdengar olehku dibanding manisnya ucap tak bermakna karena senandung dukamu punya arti, nak."
telingaku pun berseru
kutunggu...
sabar
gelisah
kesabaranku habis
kenapa hatiku diam?
saat semua mencaciku, dia hanya diam
kelu
tak berbahasa
lalu kutanya ia :
"kenapa kau hanya diam? aku tak akan naik darah jika kau mencaciku. ini semua buah dari kemunafikan yang ku tanam. berbicaralah padaku."
tiba-tiba
hatiku mendesah
lalu berkata
"jika ada yang pantas mencacimu bahkan ingin membunuhmu, itu adalah aku. kemarahanku terlalu besar. kau buat aku sakit. tak hanya sekali tapi ribuan bahkan jutaan kali. di otakmu telah terpatri, kau tak akan mampu mengobatiku saat aku sakit. tapi kau tetap saja melakukan hal yang sama. sekarang hitung !! hitung hari-hari yang kau jalani dengan aku sebagai tumbal. kalau kau memang ingin aku sakit, aku akan melakukannya sebagai abdiku karena aku milikmu."
dengan kasar, hatiku merobek dirinya sendiri.
sakit
lebih sakit dari sebelumnya
tak dapat kutahan
bibirku mengerang
mengeluarkan senandung duka
lebih keras
lebih pahit
lebih dalam
HITAM
MATI
HANCUR
KOSONG
Kamis, Januari 22, 2009
tidur
ya
hari ini
kembali kucoba pejamkan mata yang rasanya tak sanggup menahan berat
tapi
entah kenapa
ia tetap tak mau terpejam
ah
tolong
aku tak mau lagi
untuk yang kesekian kali
jangan biarkan awanku pergi lagi
tolong
biarkan ia tetap berada di bunga tidurku
biarkan mataku terpejam
ayolah
kenapa harus campuri ruang ilusiku
toh hanya milikku
kalian hanya seoonggok makhluk
jangan usik mimpiku
aku janji
hanya untuk malam ini
biarkan aku tersenyum walau dalam ilusi
jangan buat aku tetap tersadar walau hanya di mimpiku sendiri
aku sudah letih
tak sanggup
lelah
tak ingin
tak mau lagi
bosan menghadapi ini
jadi untuk kali ini
biarkan mataku terpejam
lelap
perlahan memasuki ruang ilusiku
dengan lembut kugapai kembali awanku
masuk
perlahan
kami bersama
tak ada batas
hanya kami dan ruang ilusiku
perlahan
aku hilang
dari kenyataan
dari beban
dari kemunafikan
dan sakit hati
saat aku bangun nanti, biarkan kusesali sendiri telah kubiarkan aku bermimpi
Tawa mereka
terkadang mereka aneh
suka tertawa
tak tau karena apa
tapi kuyakin
tawa mereka bahagia
hanya 2 orang sahabat baik
terkadang mereka lucu
suka membuat satu sama lain tertawa
tak tau karena apa
mungkin karena gumpalan sayang mereka
aku hanya pengamat
mengambil satu tempat di pojok sana
mengamati
teliti
seksama
tanpa suara
sesekali ikut menyunggingkan sedikit senyum
kusimpan rapi tawa renyah mereka
dalam imajinasi
ruang tanpa batas
aku suka tawa mereka
sejenak melupakan dunia
hanya mereka
2 orang sahabat baik
yang senang tertawa
Yang terburuk bukan jadi tak berarti
mengumpulkan bulir demi bulir lembut pesonamu
kilau bahagia melayang asa
memantulkan sinarnya matahari di ufuk sana
merah merona hangat terbakar rasa
lumerkan dinding penghapus senja
ingin ku raih satu titik disana
lalu terbanglah cahayaku melayang bersama
hingga dewa dewi sambut suka ria
kau hilang tak berikan kata
kembali di bak pasir hangat dan mataharimu
meraih kembali buliran pasirmu tak jemu
dan aku
cukup baik untuk bisa sedikit menikmati sesaat berada dalam bak pasirmu
tak kau sadari
diam diam
kusembunyikan satu pasir dalam ruang rahasiaku
maaf
tak bermaksud mencuri
hanya mencuil sedikit milikmu
karena kusadari, tak cukup berani kupendamkan jiwaku didalammu
sekarang
setidaknya
kumiliki satu
bukan hati, bukan cinta, bukan sayang
hanya sebulir pasir terburuk milikmu